Bekerja untuk siapa?

Makalah Mustaqim - Bekerja untuk siapa? laki-laki separu baya , Ahmad namanya (nama samaran) Setiap pagi hari ia menggayuh sepeda ontelnya keluar dari rumah tempat tinggalnya.

Sebagaimana lazimnya setiap orang, diwaktu pagi berangkat menuju tempat kerja dimana ia mengais mencari nafkah untuk kebutuhan masing-masing.
Ada yang ke pasar untuk menjual barang dagangannya.

Bekerja untuk siapa?

Ada yang ke kantor untuk mengerjakan sesuai bidang pekerjaannya. Ada yang ke madrasah atau sekolah untuk mengajar, mendidik,  membimbing dan menyalurkan pengetahuannya kepada generasi penerus bangsa.

Ada juga yang menjadi pelayan biro jasa untuk memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat.

Akan tetapi Ahmad memiliki tujuan lain yang berbeda dengan semuanya.  Karena dia bukan pegawai, bukan petani, bukan guru,  bukan supir,  bukan insinyur.

Dia hanyalah manusia yang dianggap oleh sebagaian masyarakat, sebagai seorang pengangguran,  tidak memiliki pekerjaan. Hanya saja dia sama keluar rumah setiap pagi,  layaknya orang yang miliki kesibukan yang menghasilkan gaji.

Setiap hari sebelum berangkat dia tidak pernah lupa membawa tas kresek yang didalamnya ada palu,  paku, sikat gosok, pewangi, ampelas.  Seakan semua alat-alat itu merupakan alat yang sangat vital yang harus dibawa ketika berangkat keluar menuju rutinitasnya.

Banyak orang tidak mengetahui yang dilakukan oleh Ahmad. Dia dengan sepeda ontelnya melakukan rutinitas setiap pagi, untuk pergi dari musholla ke musholla. Setiap sampai di musholla dia langsung menuju kamar mandi dan WC,  mengeluarkan dan menyiapkan semua alat-alat yang dibawanya untuk membersihkan kamar mandi / WC yang hampir rata-rata banyak kotoran bekas air kencing yang sudah tebal dan menguning yang sudah saatnya dibersihkan.

Ampelas dan sikat digunakannya untuk menggosok kuning-kuning tebal bekas timbunan air kecing yang baunya sangat menyengat dihidung. Digosok sedikit demi sedikit tanpa penutup hidung, sampai hilang berubah warna, sampai muncul warna dasar keramik aslinya.

Kalo disana tidak terdapat cantolan baju,  maka paku yang dibawa langsung dibuatkan cantolan baju. Setelah selesai membersihkan  kamar mandi/wc kemudian ditinggalkannya kapur barus pewangi kamar mandi, dia pergi lagi meninggalkan musholla,  bergegas menuju musholla berikutnya untuk melakukan hal yang sama. Demikian itu dilakukan secara rutin, terus menerus dari satu desa ke desa lainnya.

Tak bisa dihitung berapa jumlah kamar mandi musholla yang telah dibersihkannya, tanpa diketahui oleh warga kampung sekitarnya, karena hampir pada jam-jam tersebut mayoritas warga sedang bekerja. Si Ahmad  melakukan itu Karena dia memahami itu tempat umum yang cenderung kurang diperhatikan dan jarang masyarakat mau menyentuhnya untuk membersihkan, semua merasa bahwa itu bukan tanggung jawabnya. Diterminal, di pom bensin,  dimasjid-masjid, sering dijadikan sebagai tempat jujugan istirahat atau tempat menyalurkan qodil hajat ( kencing maupun berak).

Andaikan ditempat umum itu tidak ada petugas yang  ditunjuk atau yang dibayar sudah pasti tempat tersebut sangat kotor, sangat bau, tidak sehat dan tidak berasa nyaman untuk setiap orang yang masuk ke kamar mandi.

Akan tetapi justru Ahmad melakukannya karena ingin menjadikan rasa nyaman dan sehat untuk orang lain.  Setidaknya yang sedang qodil hajat merasa senang, bisa melepaskan penyakitnya tanpa tergangu oleh bau yang menyengat. Rasa nyaman dan senang yang dirasakan orang lain adalah tujuan utama untuk orang-orang khusus yang ingin memdapatkan jalan menuju Allah dengan dekat dan cepat.

Apa yang dikatakan oleh sufi besar Abi said Ibnu Abi alkhoir bahwa :

ليس هناك طريق اقرب وافضل واسرع الي الله من العمل علي راحة شخص

Tidak ada jalan yang terpendek,  terbaik dan tercepat menuju Allah,  selain memberi rasa nyaman pada orang lain.

Subhanalloh pelajaran berharga untuk semua,  begitu mulianya pekerjaan  Ahmad. Ternyata dia melakukan sesuatu yang jarang dan hampir tak terpikir oleh masyarakat pada umumnya.

Pekerjaan yang tidak membutuhkan ilmu tinggi,  tapi harus siap melepas baju gengsi.

Pekerjaan yang tidak menghasilkan uang, tapi dapat memberikan orang banyak senang.

Pekerjaan yang tidak membutuhkan alat-alat berat,  tapi membutuhkan mental yang kuat.
Tak ada masyarakat yang melihat
Cukuplah Allah yang mencukupi segala hajat.

Dia tak mengapa dengan anggapan masyarakat sebagai pengangguran.
Dia hanya bekerja karena Allah tanpa harus diketahui orang.
Dia bekerja bukan untuk mencari penghasilan materi, tapi untuk mencari ridlo Illahi

طوبي للمخلصين الذين اذا حضروا لم يعرفوا
واذا غابوا لم يفتقدوا
اولءك مصابيح الهدي تنحلي بهم كل فتنة ظلماء
 (رواه البخاري)

Betapa bahagia mereka yg berhati tulus
Mereka yang ketika hadir tidak dikenal ( dimengerti)
Manakala pergi mereka dicari kesana kemari,
Mereka itulah pelita yang menerangi jalan lurus
Melalui mereka tampak terang benderang segala fitnah orang orang dlolim
( HR.  Bukhori)

Janganlah risau ketika pekerjaan mulia itu tidak dihargai manusia, apalagi pekerjaan yang sudah terbalaskan upah dan gaji, tidak perlu harus menampakkan, menonjolkan agar diapresiasi apalagi untuk dipuji,  karena sesungguhnya pekerjaan yang tulus itulah yang akan menjadi teman sejati di alam barzah nanti, sebagai investasi kelak, untuk anak cucu dan generasi penerus kita.

صلاح الاباء يفيد الابناء حتي سبعة جيل

Kebaikan yang dilakukan oleh orang-orang tua itu akan memberikan faidah /manfaat untuk anak-anak cucunya sampai tujuh keturunan.

Oleh : ........
INSPIRED BY BELIAU...
AL FAATIHAH...

13/2/2018

0 Response to "Bekerja untuk siapa?"

Post a Comment

Please give comment. Thanks