NAMA BAYI ALA TELEVISI

MAKALAH MUSTAQIM - Sejak Soeharto turun tahta sebagai presiden pada tahun 1998, sejak itu pula "arus kemajuan" yang lama tertahan meledak bak tanggul banjir di musim hujan.


 Saya tak hendak menuliskan hal yang terlalu serius. Ini menyangkut nama bayi yang lahir pasca 1998.
Coba amati di sekitar, nama bayi yang lahir setelah tahun tersebut, rata-rata mirip, bahkan sama persis dengan nama-nama aktor-aktris sinetron di televisi, bukan?

Itu mengapa terjadi, menurut saya, karena konstruksi umum masyarakat Indonesia kala itu -bahkan masih sampai sekarang- bahwa maju dan sukses itu, sebagaimana hal yang ditampilkan televisi. Termasuk gaya hidup pun, yang kerren, ya, sebagaimana yang ditampilkan televisi.

Alam bawah sadar orang Indonesia-entah mereka sadar atau tidak-dipengaruhi agar dapat bergaya hidup sebagaimana yang ditampilkan televisi.

Tayangan televisi telah menggeser kebiasaan dongeng orangtua atas anaknya menjelang tidur, sehingga pengantar tidur anak, ya, nonton televisi.

Televisi, khusus di kampung saya dulu, mengeser waktu belajar ngaji al-Quran anak-anak di langgar-langgar sehabis magrib. Bahkan mereka yang belajar ngaji al-Quran pun, setelah Sholat Isya', saat waktu ngaji selesai, mereka berebut untuk menonton televisi di rumah-rumah yang ada TV-nya. Ini semacam keganderungan baru dari yang awalnya setelah Isya' bermain petak umpet dan sejenisnya, kemudian saat capek tidur bareng di langgar, saat masuk waktu subuh bangun kemudian kembali belajar ngaji dan bersih-bersih langgar, setelah itu pulang ke rumah masing-masing untuk persiapan berangkat ke sekolah, ke gaya baru; menonton televisi dan meniadakan kebiasaan tersebut.

Banyak orangtua, yang justru menganggap menonton televisi di dalam rumah, lebih baik karena tidak membahayakan secara fisik ketimbang bermain di alam terbuka. Heeemmm.

Mundurnya Soeharto seakan menjadi kran pembuka masuknya TV ke plosok-plosok kampung dari yang awalnya hanya sampai di kota-kota. Tayangan TV itu terus mengkonstruksi pelan-pelan sampai masyarakat Indonesia benar-benar memiliki kebiasaan sebagaimana yang ditampilkan TV sejak bangun tidur sampai mau tidur kembali.

Celakanya, tayangan televisi justru mendekonstruksi tatatan yang ada. Masyarakat bahu-membahu untuk konsumtif, masyarat mau tampil nicis tanpa berpeluh-peluh kerja keras, dan yang bikin geli dan mari kita ketawa sambil guling-guling, bahwa yang "mapan" itu, tatkala kita dapat bekerja di perusahaan-perusahaan berbasis pabrik yang kini di Indonesia dikuasai asing.

Dalam membentuk hal di atas, cukup ditempuh dengan dua hal; iklan dan sinetron. Coba amati iklan itu, hampir semuanya adalah ajakan bagaimana kita mengkonsumsi. Ajakan mengkonsumsi semakin dipermudah dengan hadirnya layanan kredit; angsuran pembayaran atas hal yang dikonsumsi. Akhirnya, masyarakat kita tertuntut untuk memiliki, kemudahannya, ya, kredit.

Konstruksi konsumtif itu sampai membentuk masyarakat untuk berlomba-lomba mememuhi segala keinginannya, bukan kebutuhannya. Sedangkan keinginan itu, dikonstruksi, digiring oleh kepentingan kapital global di bawah faham ekonomi kapitalisme. Menarik, bukan?!

Kemudian, senitron. Senitron itu, jelas fiktif dan telah dipertegas sebelum dan sesudah tayang. Tapi masyarakat Indonesia dalam kesehariannya banyak yang dikonstruksi oleh tayangan sinetron. Termasuk seputar nama-nama bayi sebagaimana di awal-awal tulisan ini dirangkai.

Oh ternyata, tak hanya soal nama bayi yang kiblat-nya ke televisi, tapi hampir semua hal sejak bangun tidur sampai mau tidur lagi kita dipengaruhi oleh tayangan televisi.

Kini, setelah televisi, telah lahir gadget dengan segenap pernak-perniknya.

Jika kita lengah dan berhenti belajar, kita akan tergilas oleh kemajuan yang saya sendiri enggan menyebutnya sebagai peradaban. Kenapa? Karena semakin kita mengikuti pola konstruksi umum kemajuan, justru kita semakin tidak beradab.

Ayo belajar lebih giat lagi, supaya dapat memanfaatkan kemajuan untuk per-Adab-an, bukan malah maju tanpa keber-Adab-an sebagaimana konstruksi umum kini.


*Selamat memasuki malam Jum'at, ayo sedekah, tawassulan, bakar dupa, baca Yaasin & Tahlil sebagaimana telah diteladankan nenek moyang bagi yang menganggap ini baik. Salam.




0 Response to "NAMA BAYI ALA TELEVISI"

Post a Comment

Please give comment. Thanks